Saatnya LSM dan Perusahaan Bekerja Sama

Kini saatnya perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) bekerja sama menciptakan sumber penghidupan yang berkelanjutan (sustainable livelihood). Itulah salah satu poin penting yang diucapkan Silverius Oscar Unggul, seorang tokoh LSM Telapak yang juga alumnus Program MM-Sustainability Universitas Trisakti, pada “The 6th Corporate Brand and CSR Summit 2015” yang diselenggarakan oleh Salemba Study Group. Seminar pada 21 Mei 2015 ini berlangsung di Crowne Plaza Hotel, Jakarta, dihadiri para praktisi public relation, CSR officer dan aktivis LSM dari dalam dan luar negeri.
Menurut Onte, demikian Silverius Oscar Unggul biasa disapa, saat ini perilaku perusahaan maupun LSM sedang berubah. Kini, perusahaan sedang berubah menjadi lebih bertanggung jawab sosial karena adanya tekanan eksternal maupun munculnya kesadaran dari dalam perusahaan sendiri. Tekanan eksternal datang dari LSM, pemerintah, lembaga internasional ataupun mitra bisnis yang “menekan” agar perusahaan lebih bertanggung jawab sosial, sedangkan kesadaran dari dalam perusahaan sendiri muncul karena perusahaan mulai memahami perlunya bertanggung jawab sosial agar bisnis dapat berkelanjutan.
Di sisi lain, cara pandang LSM juga sedang berubah. LSM yang dahulu selalu memandang perusahaan sebagai organisasi yang hanya mencari keuntungan finansial semata, bahkan menganggap sering menabrak peraturan dan mengabaikan kondisi lingkungan, mulai melihat perlunya bekerja sama dengan perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat. Kerja sama ini dapat dilakukan karena LSM dan perusahaan dapat melakukan sinergi berdasarkan pengalaman dan kapasitasnya masing-masing untuk menciptakan sumber penghidupan yang berkelanjutan.
“Contohnya, LSM memiliki pengalaman dan kapasitas untuk mendampingi masyarakat,”
ungkap Onte.
Onte menuturkan, LSM memilki kemampuan untuk mendekati masyarakat sehingga dapat mengetahui langsung kebutuhan masyarakat. Karena dekat dan dapat diterima masyarakat, LSM dapat menyusun dan melakukan kegiatan serta memotivasi masyarakat untuk bersama-sama berupaya meningkatkan taraf hidup berdasarkan program yang disusun bersama. Di sisi lain, perusahaan memiliki dana atau anggaran yang dapat dialokasikan untuk kegiatan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menjamin kelangsungan operasional dan bisnis perusahaan.
Pada intinya, adanya sumber penghidupan yang berkelanjutan akan menguntungkan seluruh pihak. Onte memberi contoh kasus perdagangan kayu ilegal (illegal logging) yang pernah ia tangani di Sulawesi Selatan. Illegal logging disebabkan masyarakat di sekitar hutan hidup miskin karena tidak memiliki penghasilan. Kondisi inilah yang dimanfaatkan para pelaku bisnis kayu ilegal dengan cara merayu masyarakat agar mau menebang pohon di hutan dengan imbalan uang. Akibatnya, penebangan pohon secara ilegal semakin meluas.
Sesungguhnya masyarakat di sekitar hutan hanya mendapat imbalan sekedarnya karena tidak mempunyai pilihan lain untuk memperoleh penghasilan. Keuntungan besar justru diraih oleh para cukong kayu yang berasal dari luar daerah. Hal inilah yang mendorong Onte dan teman-teman untuk mencari sumber penghidupan yang berkelanjutan bagi masyarakat di sekitar hutan. Pilihannya adalah mengajak masyarakat membudidayakan kayu jati secara berkelanjutan (sustainable).
Masyarakat diajarkan dan didampingi agar memahami cara menanam, memelihara dan memanen kayu jati yang berkelanjutan. Hasil kayu jati yang telah mengikuti proses pengelolaan berkelanjutan ini kemudian mendapat sertifikat dari lembaga FSC (Forest Stewardship Council). Sertifikasi ini menjadikan kayu jati yang telah dipanen dapat diterima di pasar internasional dengan harga tinggi. Dengan demikian masyarakat di sekitar hutan yang melakukan budidaya kayu jati tersebut dapat memperoleh penghasilan yang baik. Dengan sendirinya, penebangan kayu secara ilegal menjadi berkurang.
Selain itu, masyarakat juga diajarkan cara mengelola dan mengembangkan organisasi agar dapat mengembangkan usahanya.
“Sudah saatnya LSM dan perusahaan bersama-sama memberdayakan masyarakat untuk mencapai sustainable livelihood,”
ujar Onte, yang juga merupakan penerima Skoll Award for Social Entrepreneurship ini.