top of page

Social Entrepreneurialism and Social Enterprise


Social entrepreneur yang gigih akan melahirkan social enterprise yang kuat dan mampu menjadi alternatif penting ekonomi sebuah negara.


Perlu passion lebih untuk menjadi seorang social entrepreneur. Itulah salah satu poin penting yang disampaikan John Pepin pada diskusi terbatas bertema Social Entrepreneurialism and Social Enterprise yang digelar Program MM-Sustainability Universitas Trisakti pada 14 Juli 2010.  John Pepin adalah salah seorang tokoh internasional yang tak henti mensosialisaikan pentingnya social enterprise untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Ia direktur JPA Europe Limited dan lebih dari 15 tahun memimpin beberapa yayasan dan asosiasi, baik sebagai board trustee, board chair maupun anggota komite eksekutif, serta menjadi konsultan. John Pepin juga menulis beragam artikel, di antaranya tentang social enterprise dan venture philanthropy, melakukan penelitian dan mengembangkan sektor non-profit, serta membuat panduan tentang sosial dan komersial enterprise.

 Memang tak mudah menjadi seorang social entrepreneur. Beberapa literatur menyebutkan,  social entrepreneur harus memiliki kemampuan mencari solusi inovatif untuk menyelesaikan masalah sosial yang ada di masyarakat. Umumnya mereka memiliki ambisi dan gigih serta mampu menawarkan ide-ide baru untuk menciptakan perubahan besar. Mereka tidak menggantungkan diri pada pemerintah, namun menelaah apa yang salah dan menangani persoalan dengan mengubah sistem, menyebarkan solusi dan mengajak masyarakat melakukan perubahan. Mereka juga visioner yang realistis dan sangat memperhatikan aspek implementasi. Seorang social entrepreneur pun mampu menyampaikan idenya secara sederhana, dapat dipahami, beretika, dan melibatkan dukungan luas untuk memaksimalkan partisipasi masyarakat lokal.


Social entrepreneur yang gigih akan melahirkan social enterprise yang kuat dan mampu menjadi alternatif penting ekonomi sebuah negara. Menurut John Pepin, pengalaman di Inggris menujukkan peran social enterprise yang terus meningkat. Sebagai contoh, sebanyak 56% social enterprise mampu meningkatkan omsetnya, lebih baik dari perusahaan kecil dan menengah yang hanya 28%-nya saja yang bisa meningkatkan omsetnya. Lebih dari 66% social enterprise mampu meraih keuntungan, dan 16%-nya mencapai break-even. Sebagian besar keuntungan yang diraih social enterprise juga diinvestasikan kembali untuk memperbesar usaha. 

Menurut Pepin, ada tiga model social enterprise yang umum dikenal. Yakni, profit generator, trade off, dan lock step. Ketiga model ini tetap memiliki misi sosial dan nilai-nilai yang kuat. Kini, setidaknya ada sekitar 62 ribu social enterprise dengan omset mencapai 30 miliar poundsterling. Kurang lebih 650 ribu orang bekerja di bidang yang berkaitan dengan social enterprise. “Jumlah ini akan terus meningkat,” tutur Pepin. 

CSR diyakini dapat berkontribusi pada perkembangan sosial enterprise. Namun, setiap social enterprise tetap harus memiliki etika saat menerima bantuan pihak lain, misalnya dengan tidak menerima bantuan dari perusahaan rokok.

10 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page